TERUS BERSABAR, MEMBECAK SEUMUR HIDUP

MARDI SUDARMO, tak pernah lelah berjuang mengayuh becak hampir setengah abad lamanya. Pak Darmo, begitu sebutnya, Ia lahir di Bantul tepat tiga tahun pasca kemerdekaan RI. Usia yang tidak lagi muda, bahkan di usia seperti beliau seharusnya ia habiskan untuk beristirahat dan menikmati hari tua. Tapi apalah daya, dengan rambut dan kumis yang sudah memutih, tubuh yang kurus, mata yang sayu, Pak Darmo tetap rela menantang terik dan hujan untuk mengayuh becak setiap hari. Tentunya dengan jarak yang tak dekat, puluhan kilometer, demi untuk menyambung hidup keluarganya.

Keluarga Pak Darmo yang sangat sederhana. Ia hidup di desa dan memiliki dua anak, istrinya hanya sebagai ibu rumah tangga, namun terkadang ia ikut membantu bekerja dengan menjadi buruh tandur di sawah dengan upah yang tidak seberapa. Kedua anaknya sudah berkeluarga, namun kondisi mereka yang tidak jauh berbeda sehingga mereka tidak bisa membantu kebutuhan Pak Darmo dan istri. Setiap hari Pak Darmo berprofesi sebagai tukang becak. Pekerjaan itu sudah ia geluti sejak ia masih bujang hingga saat ini sudah memiliki cucu, atau kira-kira  sudah 50 tahun lamanya. Seperti yang beliau katakan:“ Wong saya ini sudah mulai mbecak dari umur saya masih 20 tahunan yo nganti saiki mbak.” tutur Pak Darmo ( wawancara :Yogyakarta, 22 Nov-20). Pak Darmo memulai membecak dengan menyewa becak dan saat ini beliau sudah memiliki becaknya sendiri.

 Pekerjaan tukang becak yang digeluti Pak Darmo membutuhkan perjuangan yang besar. Mungkin kita mengira tukang becak hanya lelah karena mengayuh dengan beban yang ada di atasnya. Ternyata, yang kita lihat demikian belum seberapa memilukan dibanding dengan realita yang dimiliki Pak Darmo. Untuk memulai pekerjaan sebagai tukang becak, Pak Darmo harus menempuh jarak yang jauh dari rumahnya yaitu Pandak, Bantul sekitar 22 km. Pak Darmo tidak memiliki kendaraan bermotor, ia hanya mengandalkan becaknya atau transortasi umum. Perjalanan yang ia tempuh dengan menaiki bus angkutan umum menuju pangkalan tempat penitipan becaknya mengabiskan waktu sekitar 45 menit. Namun, terkadang pak Darmo mengayuh becak dari rumahnya hingga tiga jam lamanya. Karena jarak yang jauh, Pak Darmo sering menginap di jalanan, di atas becaknya selama kurang lebih tiga hari. Seperti yang beliau katakan: “ Kalo saya wara-wiri mulih mung entek neng ongkos mbak, dan kalau sehari PP habis waktunya di jalan saja. Jadi saya nginep paling ora telong dino sepisan.”( wawancara :Yogyakarta, 22 Nov-20).

Pendapatan yang pas-pasan menyebabkan Pak Darmo harus lebih prihatin. Kondisi ekonomi semakin sulit saat ini menyebabkan Pak Darmo harus lebih sabar dan prihatin, ia sering bermalam di teras atau emperan toko di pasar Beringharjo demi menunggu pelanggan becak. Ia tidak bisa menyewa kamar kos untuk bermalam karena pendapatan yang sangat kecil. Sedangkan untuk kebutuhan makan pak Darmo hanya makan sehari sekali, dan bahkan terkadang hanya menunggu jika ada orang baik yang memberikan sedekah makanan.

Tidak hanya itu, perkembangan transportasi online saat ini juga mempengaruhi kondisi para becak ontel seperti Pak Darmo. Ia mengaku bahwa pendapatan dari pekerjaan membecak saat ini semakin kecil, pelanggan becaknya juga semakin menurun. Dalam sehari belum tentu ada yang naik becaknya. Saat ini mendapatkan pelanggan pelanggan dengan upah 20 ribu saja sudah senang, karena saat seperti ini ia hanya mematok upah becaknya 15-20 ribu saja untuk jarak yang mudah dijangkau. Beliau mengatakan: “ Saya sudah mbecak tiga hari ini, tapi baru dapat satu pelanggan becak, beda dengan dulu sebelum ada online yang mbecak lumayan banyak, satu atau dua hari mbecak bisa buat nutup seminggu.” Selain itu, Pak Darmo mengaku bahwa pendapatnya dari membecak tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah, apalagi jika memiliki anak yang bersekolah. Ia juga mengaku pekerjaan lain susah untuk di dapat, oleh karena itu pak Darmo dan banyak dari rekannya memilih tetap untuk bertahan membecak walaupun pendapatnya kecil.

Kondisi ekonomi tukang becak yang sulit menggerakkan hati masyarakat untuk saling membantu. Berbagai bantuan dari masyarakat tidak jarang diberikan untuk tukang becak, seperti: makanan gratis,masker gratis, hingga sembako gratis. Tukang becak seperti Pak Darmo mengaku bahwa perhatian pemerintah dan lembaga sosial saat ini sangat membantu para becak ontel bertahan hidup di tengah himpitan persaingan tehadap transportasi online dan pandemi. Salah satunya kegiatan donasi sembako yang dilakukan lembaga zakat Daruut Tauhid yang bekerja sama dengan komunitas sedekah Segambreng pada Minggu, 22 November 2020 lalu. Pak darmo juga mengatakan bahwa bantuan sembako ini sangat membantu apalagi di tengah pandemi ini, ia juga mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada masyarakat yang telah peduli terhadap kondisi mereka dan berharap bahwa kondisi saat ini segera membaik. Seperti yang beliau katakan berikut: ” Matursewum mbak, niki kulo terima, mugi-mugi mbak lan rencang diparingi rejeki sing katah, semoga mbak’e pun diparingi kelancaran penggawean, lan kondisi sakmeniki cepet pulih.” (wawancara langsung: Minggu, 22 November 2020).

Kisah Pak Darmo membecak menjadi gambaran bagi kita semua untuk selalu hidup dalam rasa syukur, sabar, dan ikhlas. Semoga berbagai kesulitan dalam hidup mampu kita lewati dengan hikmah yang besar. Terutama mari kita saling membantu dan saling menghargai sesama manusia dan sesama muslim khususnya. Terima kasih Pak Darmo, semoga Allah Subhanahuwata’ala memberikan balasan terbaik disetiap tetes keringat keprihatinan mu.

 

 

Yogaykarta, 28 November 2020

Ttd

Penulis

 

Komentar